2 September 2022

Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia

Sejak ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020, Covid-19 telah menyebabkan dampak negatif yang sangat besar. Dari sisi kesehatan, dampak Covid-19 terlihat dari jumlah kasus positif yang mencapai 222.793.280 kasus per 8 September 2021. Dari jumlah kasus tersebut, jumlah pasien yang meninggal totalnya mencapai 4.600.334 orang.

Dari sisi ekonomi, dampak Covid-19 terlihat dari penurunan laju pertumbuhan perekonomian global. Covid-19 tidak hanya berdampak negatif pada penurunan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dan miskin, melainkan juga memukul perekonomian negara maju. Sebagian negara maju bahkan terperangkap dalam resesi ekonomi yang cukup dalam.

Dampak Covid-19 juga terlihat dari penurunan laju investasi secara global. Menurut laporan United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) secara global turun 42% sepanjang tahun lalu, dari US$ 1,5 triliun pada 2019 menjadi sekitar US$ 859 miliar. Adapun, ketidakpastian tentang pandemi Covid-19 dan lingkungan kebijakan investasi global akan terus mempengaruhi aliran investasi asing pada 2021.

Meskipun proyeksi ekonomi global akan pulih pada 2021, UNCTAD memperkirakan aliran FDI akan tetap lemah karena ketidakpastian evolusi Covid-19. Dampak Covid-19 terhadap laju investasi tahun ini terlihat laporan UNCTAD, yang memproyeksi penurunan FDI sebesar 5-10%. Menurut laporan itu, negara maju terpukul paling parah di mana arus turun sebesar 69% menjadi sekitar US$ 229 miliar.

Baca Juga: Memahami SDGs (Sustainable Development Goals) dan Perannya dalam Bisnis

Covid-19 Membuat Perekonomian Indonesia Terkontraksi

Bagi Indonesia, dampak Covid-19 terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi. Dalam paparannya di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, laju kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional 2020 tercatat minus 2,07%. Level ini menunjukkan Indonesia memiliki level kontraksi ekonomi yang moderat yang terdampak pandemi Covid-19.

Meski terkontraksi, dampak Covid-19 bagi Indonesia tidak seburuk negara-negara tetangga. Berdasarkan data Asian Development Bank Outlook pada April 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara di Asia Tenggara yang mengalami kontraksi 4,0%. 

Kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 juga jauh lebih baik jika dibandingkan rata-rata negara G-20 yang mengalami kontraksi minus 4,7%. Indonesia juga masih lebih baik jika dibandingkan negara per ASEAN-6 yang mengalami kontraksi 4,3%.

Dampak Covid-19 yang sampai menimbulkan kontraksi ini disebabkan karena tiga hal, yakni penurunan daya beli, ketidakpastian investasi, dan penurunan harga komoditas. Dari sisi daya beli, pemerintah menyebut kemampuan konsumsi masyarakat saat ini melemah karena pendapatan menurun.

Penurunan pendapatan ini salah satunya akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak Covid-19. Dalam sebuah diskusi virtual, Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede mengatakan, penurunan daya beli disebabkan oleh jumlah orang yang tidak bekerja semakin banyak, perusahaan enggan merekrut pekerja, bahkan yang bekerja dirumahkan oleh perusahaan karena pengurangan jam aktivitas operasional.

Dari sisi investasi, dampak Covid-19 terlihat dari minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia yang menurun sepanjang tahun lalu. Kondisi ini sejalan dengan pelemahan ekonomi global yang terdampak pandemi Covid-19. 

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi dari penanaman modal asing (PMA) atau FDI sepanjang 2020 sebesar Rp 412,8 triliun. Pencapaian ini minus 2,4% dari realisasi tahun sebelumnya yang mencapai Rp 423,1 triliun.

Meski demikian, dampak Covid-19 bagi laju pertumbuhan investasi masuk diharapkan tidak terlalu besar tahun ini, mengingat Indonesia sudah tidak “kaget” dengan pandemi Covid-19. Indonesia juga sudah memiliki target pemulihan pasca-pandemi pada 2023, plus sudah memiliki lembaga khusus untuk menangani investasi, yakni Kementerian Investasi.

Dampak Covid-19 bagi FDI yang masuk ke Indonesia juga terlihat tidak terlalu besar tahun ini. Hal ini terlihat dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan realisasi investasi sepanjang kuartal I-2021 mencapai Rp 219,7 triliun, dengan pertumbuhan 4,3% (year on year/yoy). Dari nilai tersebut, sebesar 50,8% atau Rp 111,7 triliun merupakan PMA. Sedangkan sisanya sebesar 49,2% atau Rp 108 triliun merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Respons Indonesia Terhadap Dampak Covid-19

Indonesia tak pelak menerima pukulan telah sebagai dampak Covid-19, sama seperti negara-negara lain di dunia. Namun bukan berarti pemerintah berdiam diri dan tidak merespon kondisi yang ada.

Sejak awal kemunculan pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan, yang pada akhirnya sedikit mampu meminimalisir dampak Covid-19. Kebijakan yang dikeluarkan adalah Program Penanganan Pandemi Covid-19 dan PEN (PCPEN). Program ini mencakup enam klaster yaitu kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM, pembiayaan korporasi, sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta insentif usaha yang menjadi fokus penanganan krisis, dengan anggaran Rp 695,2 triliun sepanjang tahun lalu.

Di bidang kesehatan, demi menangkal dampak Covid-19 sepanjang tahun lalu pemerintah menanggung biaya pengobatan dan perawatan 200.545 pasien, pengadaan alat kesehatan pada 160 rumah sakit, penyediaan 1,56 juta APD, 2.612 ventilator, 5,7 juta perangkat tes cepat, pembangunan fasilitas kesehatan melalui 260 ruang baru di puskesmas dan rehabilitasi 269 rumah sakit. Pemerintah juga memberikan insentif kesehatan kepada 684 ribu tenaga kesehatan di pusat dan 449 ribu tenaga kesehatan di daerah.

Dalam program perlindungan sosial, untuk meminimalisir dampak Covid-19 pemerintah menyalurkan bantuan PKH kepada 10 juta keluarga penerima, bantuan subsidi upah kepada 12 juta karyawan, bantuan melalui kartu pra-kerja kepada 5,6 juta pencari kerja, pemberian bantuan listrik dan subsidi diskon listrik, serta pemberian subsidi kuota internet kepada 42 juta penerima.

Program Perlinsos dalam PCPEN tahun lalu mampu menekan angka kemiskinan pada level 10,19%. Studi Bank Dunia menunjukkan apabila tanpa tambahan bansos, dampak Covid-19 akan meningkatkan kemiskinan hingga 11,8%. Artinya, perluasan perlindungan sosial di dalam PCPEN 2020 mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang jatuh ke jurang kemiskinan.

Baca Juga: Meninjau Perekonomian Indonesia 2021 dan Pengaruhnya Pada Bisnis

Strategi Bisnis untuk Menahan Dampak Covid-19

Seperti disebutkan sebelumnya, dampak Covid-19 bagi perekonomian juga dirasakan dunia usaha yang terlihat dari berkurangnya aktivitas operasional. Ini merupakan konsekuensi penerapan pembatasan aktivitas masyarakat, yang pada awal pandemi Covid-19 sudah ditetapkan melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan ini kembali diperketat dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Untuk menangkal atau menahan dampak Covid-19 terhadap kelangsungan bisnis, ada beberapa strategi yang dijalankan perusahaan-perusahaan besar, yakni:

1. Tanggap Terhadap Perubahan

Kecepatan merespons perubahan menjadi kunci perusahaan mampu menahan dampak Covid-19 bagi bisnisnya. Respon cepat ini akan terlihat dari inovasi atau inisiatif perusahaan menyediakan layanan yang memudahkan konsumen, sehingga selama pandemi Covid-19 layanan perusahaan terus digunakan.

Strategi ini sedikit banyak terlihat pada gerak Tokopedia selama pandemi Covid-19. Perusahaan e-Commerce ini tergolong tanggap terhadap dampak Covid-19, dengan turut serta dalam mendistribusikan produk. Selain itu, turut membantu proses registrasi para merchant yang ingin menjual produknya. Tokopedia juga menyiapkan key analytic untuk memudahkan merchant lebih memahami customer, rincian penjualan, kampanye, hingga peluang dalam penjualan.

Sementara dari segi pembeli, Tokopedia juga melakukan peningkatan terhadap platform sehingga para pembeli dapat merasakan kenyamanan dalam berbelanja. Ini terbukti mampu meminimalisir dampak Covid-19 bagi bisnis perusahaan.

2. Merumuskan Ulang Lini Bisnis

Bagi perusahaan yang memiliki banyak lini bisnis, dampak Covid-19 tentu tidak dirasakan secara merata antar lini-lini yang dimiliki. Namun, jika satu atau dua lini bisnis terkena pukulan telak, maka secara umum perusahaan akan goyah. Untuk itu, perusahaan banyak yang mengambil strategi dalam merumuskan ulang lini bisnisnya, seperti yang dilakukan oleh Gojek.

Pada awal pandemi Covid-19, Gojek memutuskan memperkuat fokus pada bisnis inti yang memiliki dampak paling luas kepada masyarakat, yaitu transportasi, pesan-antar makanan dan uang elektronik sebagai langkah jangka panjang menahan dampak Covid-19.

Konsekuensinya, Gojek harus menutup layanan non-inti seperti GoMassage, GoClean, dan serta GoFood Festival. Penutupan layanan ini membuat perusahaan dapat menggunakan sumber daya yang ada untuk memperkuat fokus kepada bisnis yang memiliki dampak paling luas untuk meminimalisir dampak Covid-19.

Baca Juga: Beragam Jenis dan Keuntungan IPO (Initial Public Offering) Pada Perusahaan

3. Selective Investment 

Menyeleksi investasi juga menjadi salah satu strategi yang ditempuh perusahaan untuk meminimalisir dampak Covid-19. Strategi ini diambil perusahaan yang mau tidak mau harus terus bergerak, meski ada pandemi sekalipun. Contoh sektor yang menerapkan strategi ini adalah konstruksi/infrastruktur.

PT PP (Persero) Tbk atau biasa disebut PTPP misalnya, menjadi salah satu perusahaan yang sukses menerapkan strategi selective investment untuk meminimalisir dampak Covid-19. Selama pandemi Covid-19, PTPP fokus pada selective investment dengan proyek-proyek yang memiliki tingkat pengembalian atau break even point (BEP) yang cepat. Strategi ini diiringi dengan terus menjalankan recycling asset melalui divestasi proyek-proyek jalan tol dengan profitabilitas yang baik.

Hasilnya, PTPP berhasil menahan dampak Covid-19, bahkan masih mencatatkan profit di tengah situasi sulit sepanjang tahun lalu. Mengutip laporan keuangan perusahaan, sepanjang 2020 perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 266 miliar. Perusahaan juga mampu membukukan laba kotor dari kinerja operasi sebesar Rp 2,17 triliun. Rasio utang berbunga perusahaan juga masih berada pada angka 1,32 kali dari 2,5 kali covenant.

Demikianlah beberapa strategi yang dijalankan perusahaan-perusahaan besar dalam negeri untuk menahan dampak Covid-19. Penerapan strategi umum seperti mengerem ekspansi juga dilakukan oleh hampir semua perusahaan besar, mengingat saat ini keberadaan modal atau dana di kas lebih diarahkan untuk memperkuat bisnis inti.

Baca juga artikel terbaru:

Perbedaan B2B dan B2C Serta Contoh Bisnisnya di Indonesia

XX E-Commerce B2B yang Ada di Indonesia

XX NFT Termahal di Dunia, Tertarik Mengoleksinya?

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya