1 September 2022

Mengapa Pebisnis Harus Memaksimalkan Tren Social Commerce pada 2022?

Baik itu Facebook, Instagram, atau TikTok, platform media sosial kini menjadi favorit orang banyak dan telah menjelma menjadi saluran penjualan yang menguntungkan bagi banyak bisnis yang merambah perdagangan sosial.

Perdagangan sosial bukan hanya kata kunci e-niaga terbaru. Gaya perdagangan ini sudah ada selama beberapa tahun dan mulai menjadi daya tarik pada awal 2015. Namun, pandemi Covid-19 selama hampir 2 tahun terakhir telah mendorong akselerasi aktivitas perdagangan sosial.

Inc.com menyebutkan bahwa perdagangan sosial atau social commerce pada tahun lalu menghasilkan volume transaksi senilai US$474,8 miliar, naik hampir 40%. Sejak itu, semakin banyak brand yang mengadopsi perdagangan sosial sebagai aset inti dalam perangkat e-niaga mereka yang mendukung strategi perdagangan omnichannel mereka.

Apa Itu Social Commerce?

Social commerce atau perdagangan sosial merupakan titik temu antara e-commerce dan media sosial. Social commerce menghubungkan sebuah brand dengan konsumen, dengan cara yang lebih personal dan smooth daripada sebelumnya.

Ini adalah pemanfaatan platform sosial sebuah brand untuk kepentingan penjualan dan menciptakan jalur pembelian yang mulus melalui aplikasi. Implementasi yang paling jamak ditemukan dalam hal perdagangan sosial adalah dalam bentuk toko kecil di platform hingga marketplace yang lebih luas dan aplikasi yang mengarahkan trafik khalayak ke saluran milik brand tersebut.

Baca Juga: Telegram Atau WhatsApp, Mana Yang Terbaik Untuk Marketing Bisnis?

Bagaimana Social Commerce Menguntungkan Penjualan?

Sekarang, e-commerce sudah lebih dari sekedar “iseng”, namun memiliki masa depan kuat dengan intinya social commerce. Ini menegaskan bahwa social commerce bukanlah pesaing e-commerce, melainkan perpanjangannya. 

Social commerce berfungsi paling baik saat dia terhubung dengan saluran penjualan brand yang ada, mulai dari etalase online hingga kehadiran di dalam toko. Bahkan saat ini, jejaring sosial merupakan pilihan utama dalam penelitian tentang merek dagang di kalangan konsumen berusia 16 – 24 tahun, kendati bukan berarti akan terjadi penjualan di sana.

Namun, semakin mudah opsi pembelian dan proses checkout, semakin besar kemungkinan konsumen menyelesaikan keseluruhan proses pembelian melalui sosial media, atau setidaknya mengikuti jalur pembelian lainnya ke merek tersebut.

Tombol 'Beli sekarang' atau 'Di mana untuk Membeli?' yang tersedia di media sosial menyederhanakan proses pembelian bagi konsumen, dan dengan naiknya investasi di e-commerce, hal ini kemungkinan akan menjadi menjadi semakin umum pada tahun depan.

Sebuah studi menyebutkan, sanyak 97 persen konsumen Gen-Z mengatakan media sosial adalah sumber inspirasi belanja utama mereka. Sementara itu, 62 persen konsumen berusia 13 hingga 39 tahun tertarik untuk membeli barang langsung dari umpan media sosial mereka.

Hampir dua pertiga pembeli yang disurvei oleh Google mengatakan bahwa mode belanja ramah seluler sangat penting dalam memutuskan merek atau pengecer mana yang akan dibeli.

Baca Juga: Tips Membuat Marketing Plan Untuk Produk Baru Yang Akan Rilis

Bagaimana Cara Memanfaatkan Fenomena Ini?

Salah satu kualitas paling mendasar dari media sosial adalah kemampuan untuk terhubung dengan konsumen sasaran. Berdasarkan sebuah penelitian, sebanyak 72 persen milenial mengatakan bahwa jika sebuah merek terlibat dengan mereka di jejaring sosial, mereka cenderung menjadi pelanggan setia. Sebanyak 62 persen konsumen mengatakan mereka mempercayai bisnis kecil dan lokal lebih dari pengecer besar. 

Mengingat kepercayaan Gen-Z pada bisnis besar rendah tetapi penggunaan media sosial tinggi, perdagangan sosial menawarkan tempat yang ideal untuk meningkatkan keterlibatan konsumen dengan demografis. 

Ini juga memungkinkan merek besar untuk mempromosikan dan mendukung mitra ritel lokal mereka untuk mendorong lebih banyak bisnis melalui saluran tidak langsung mereka. 

Di sini, media sosial menjadi sangat bernilai: semakin Anda terhubung dengan pelanggan Anda secara online, semakin besar kemungkinan mereka untuk memanfaatkan saluran belanja yang ditawarkan. 

Meskipun penting untuk memastikan bahwa strategi social commerce Anda disesuaikan dengan merek, ada sejumlah strategi yang bisa digunakan oleh peritel online. Itu termasuk konten yang dibuat pengguna, bekerja dengan influencer, dan menambahkan ajakan kepada konsumen untuk berinteraksi di postingan Anda. 

Melihat ke masa depan, pasar social commerce global diproyeksikan mencapai $2,9 triliun pada tahun 2026. Demikian pula, influencer akan menjadi pemain penting dalam perdagangan sosial di masa depan, dengan 35 persen individu yang disurvei menyatakan bahwa mereka mempercayai apa yang dikatakan atau direkomendasikan influencer favorit mereka. 

Gen-Z kemungkinan besar akan melakukan pembelian di media sosial karena alasan ini. Meski begitu, baik Gen X dan Baby Boomers adalah pembelanja digital yang rajin. Facebook dan  Instagram, merupakan platform terkemuka untuk perdagangan sosial. Adapun, terkait dengan pembelian dan tren dapat bervariasi antar generasi.

Benang merahnya adalah bahwa media sosial adalah tempat yang populer untuk mengikuti dan terlibat dengan merek tanpa melihat usia. Dalam banyak hal, platform media sosial mendemokratisasikan arena bermain antara bisnis kecil dan besar. Kekuatan inilah yang menjadi alasan mengapa lebih banyak merek harus mempertimbangkan untuk masuk ke social commerce di masa depan.

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya